“P3K ga bisa masuk, alasan ga instansi terkait tidak mendaftarkan. Mau CPNS jelas ga masuk karena umur. Yang kemarin ikut P3K juga banyak yang ga lulus, ntah dimana alasanya. Sekarang ini terserahlah mau gimana,” celoteh seorang kwan, didwpan warung kecil, disebuah desa pedalaman.
Seperti biasa, aku berusaha menyimak terlebih dahulu, walau ujungnya kadang juga ga bisa kuberikan solusi, karena itu urusan para pejabat tinggi, mungkin sekelas menteri, yang kerap member janji, sehingga para guru honorer terhipnotis hingga ujungnya terkapar sendiri.
Tekapar, seperti ribuan guru honorer yang ngabdi sudah puluhan tahun, dengan gaji ala kadarnya, itupun dibayar per triwulan. Miris, tapi itu realita, yang kerap kita dengar ditelinga, mememang melihat mata kita, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
“Kan ada Portofolio, itu bisa dijadikan acuan, jika pemerintah benar-benar mau mengangkat mereka. Apa itu hanya sekedar manekan para guru honorer belaka, yang akhirnya tanpa cerita,” kata seorang sahabat, sambil ngemil ciki makanan bocah, terlihat asyik walau tak nikmat, seperti asyiknya guru honrer yang semampunya mentransfer ilmu mereka, tapi nikmat itu tak diberikan oleh para pemangku jawabatan.
Ribuan bahkan jutaan guru PNS yang mendapatkan serfikasi, berapa besar uang sertifikasi mereka, ya, tergantung golongannya. Waw, ini gaji doble, tapi lain istilah aja, eh ntar dulu semua ada prosesnya kok. “Terus seperti apa kwalitas yang sudah ditunjukan sebagai guru bersertifikasi. Ah, masih banyak juga yang gitu-gitu aja. Lalu dimana kelebihanya, ya kelebihanya mereka dapat gaji dobel, walau ada juga yang memang berkompeten. Nasibmu mas guru honorer,” jawabku sekenanya, seperti sekenanya honor yang diterima honorer .
Jika sertifikasi bisa dibagi untuk kesejahteraan guru honorer, mungkin lebih asyik. Ada semringah senyum dikit para guru honorer. “Apakah ada yang pernah menjadi guru honorer dan kemudian dimanfaatkan oleh guru PNS untuk mengisi jam pelajarannya. Mungkin ada bahkan banyak, lalu kemana guru PNS nya, nah entah jangan Tanya aku. Mudah-mudahan ga hanya ganti-ganti aja, ada uang lelahnyalah,” ujar kawan, sambil gigit bakwan panas, nyeruput kopi pait. Seperti pahitnya nasib guru honorer yang selalu menanti ketidak pastian.
Dulu ada namanya K1 dan sudah diangkat menjadi PNS. Selanjutnya K2, tahap pertama sudah diangkat dan tahap kedua yang katanya ada tercecer juga sudah diangkat. Lalu sekarang muncul lagi tahap ke tiga, tapi bukan menjadi PNS, namun pemerintah bilang setara dengan PNS yaitu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). “Lalu apa kabarnya sekarang, apakah semua honorer yang masuk K3 sudah masuk semua, ah, nanti coba kita Tanya sama kawan,” kataku.***