Walikota Bekasa Terjaring OTT, KPK Ingatkan Kepala Daerah Hindari Konflik Kepentingan

 

Walikota bekasi terjaring OTT
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc,

Fakta7.com | JAKARTA – Pasca ditangkapnya Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi , Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepala daerah untuk menghindari potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan barang dan jasa maupun lelang jabatan.

 Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, yang diduga melakukan intervensi dalam proyek pengadaan lahan, pemotongan terkait pengisian jabatan, dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat terjaring OTT oleh KPK.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding mengatakan,  dari studi yang dilakukan KPK tentang konflik kepentingan, faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara adalah konflik kepentingan (conflict of interest).

 

 “Yaitu, situasi di mana penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki kepentingan pribadi atas penggunaan setiap wewenang yang dimilikinya sehingga dapat memengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya,” ucap Ipi, sebagaimana dikutip lampungpro.com.

 

Ipi menjelaskan, bentuk dan jenis konflik kepentingan yang sering terjadi di lingkungan eksekutif, seperti pemerintah daerah adalah penerimaan gratifikasi atas suatu keputusan atau jabatan. Selain itu, proses pemberian izin yang mengandung unsur ketidakadilan atau melanggar hukum, serta proses pengangkatan/mutasi/rotasi pegawai hingga pemilihan rekanan kerja/penyedia barang, dan jasa pemerintah berdasarkan kedekatan/balas jasa/pengaruh dari penyelenggara negara.

 

Dari konflik kepentingan itu, KPK meminta penyelenggara negara untuk bisa memperbaiki pengelolaan penanganan konflik kepentingan melalui perbaikan nilai, sistem, termasuk kepada pribadi, dan pembangunan budaya instansi. “Situasi ini bisa terjadi dalam pelaksanaan tugas di lingkungan kekuasaan lainnya. Karenanya, salah satu rekomendasi KPK berdasarkan studi tersebut adalah agar instansi melakukan pengelolaan penanganan konflik kepentingan melalui perbaikan nilai, sistem, termasuk kepada pribadi, dan pembangunan budaya instansi,” katanya.

 

KPK meminta penyelenggara negara dalam perbaikan sistem untuk mendorong penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik melalui “Monitoring Center for Prevention (MCP). “Keberhasilan setiap daerah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi sangat tergantung pada komitmen kepala daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip ‘good governance’, menjauhi benturan kepentingan, dan penyalahgunaan wewenang, kata Ipi. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *